Ini adalah rekap diskusi ttg Gonzo Style Journalism di Twitter, 11 Sept 2012
Menurut wikipedia Gonzo style adalah gaya penulisan jurnalistik scr subyektif. First-person narrative @frdsgn
Itu awalnya gaya penulisan. Ditulis dengan sangat personal, cenderung subjektif. @arman_dhani
Graphic journalism bisa dikategori gonzo,IMO. Seperti ThePhotographer,War is Boring,karya Joe Sacco atau Delisle
@frdsgn
Kalau aku baca beberapa karya Sacco dan Delisle. kalau di indonesia mugkin gonzo itu lbh dekat dgn jurnalisme-sastrawi kali ya. cmiiw
@frdsgn
Gonzo lebih merupakan cabang jurnalisme sastrawi. Jurnalisme sastrawi = New Journalism, yg dipelopori Thompson, dll. @anwarholid
Ciri khas New Journalism maupun gonzo memang terletak pada kesan subjektif penulis dan sering menggunakan teknik menulis ala fiksi.@anwarholid
Gonzo hingga kini masih diperdebatkan. Apakah ia masuk definisi journalism atau bukan. Karena subjektifitasnya itu
Memang masih diperdebatkan, hanya pionir gonzo journalism juga merupakan pendobrak dunia jurnalistik.@anwarholid
Benar mas. Artikel Tom Wolfe lebih dekat Gonzo. Karena hampir sangat subjektif. Ia bicara remeh temeh dng detail. @arman_dhani
Gonzo style sangat dekat dengan catatan harian. Mungkin kalau di Indonesia Ahmad Yunus dalam buku Meraba Indonesia bisa jadi kelompok ini. @arman_dhani
Penulis lain yang saya anggap memiliki Gonzo Style itu almarhum Agus Sophian. Eks jurnalis Pantau @arman_dhani
"jurnalisme-sastrawi" indonesia konon merujuk Capote. kalau baca artikel2 yg disebut bergaya Jurnailme Sastrawi ,gak jauh dr definisi gonzo. @frdsgn
Selain In Cold Blood-nya Capote juga merujuk ke Hiroshima-nya John Hersey @pandasurya
Gonzo story menekankan detail. Baik lingkungan, karakter, gesture atau dialog. Pada hells angel, Tompson menekankan karakter
@arman_dhani
Karya Hunter S Thompson baru 1 buku yg diterjemahkan. Kualitas terjemaahannya jelek. Judulnya Hells angel tentang geng motor yang paling berbahaya
@arman_dhani
Di dunia pornografi lahir genre 'gonzo pornography' yang antara lain dipelopori studio Naughty America. :) @anwarholid
Thompson sendiri lbh sering meng-"gonzo" di media popkultur spt Playboy :D @frdsgn
Kalau menurut aku, "jurnalisme-sastrawi" indonesia bisa dilihat dari Seno Gumira. "Gonzo", buku2 Moammar Emka @frdsgn
Seno Gumira setau saya tak pernah menulis karya jurnalistik dengan metode Jurnalisme Sastrawi. Jazz Parfum Insiden itu novel
Begitu juga pada Kumcer Saksi Mata, Seno menulis bersumber dari fakta, laporan jurnalistik. @pandasurya
Bersumber pada fakta tidak membuat sebuah cerpen menjadi karya jurnalistik. fiksi sangat haram dalam jurnalisme. @arman_dhani
Yang digunakan new journalism adalah gaya fiksi untuk menulis fakta. contoh dalam In Cold Blood (Capote). @anwarholid
Dari mana pun sumber inspirasi, data, fakta yg ada di dalamnya, kodratnya memang cerpen/novel bukan karya jurnalistik. @pandasurya
Moamar Emka dan Seno, dalam pandangan saya, bukan penulis jurnalisme gonzo atau sastrawi. @arman_dhani
Seno dalam jazz, parfum insiden tidak memberi batas jelas mana fiksi mana fakta. Emka terlalu banyak anonim. @arman_dhani
Merujuk pada standar 9 elemen jurnalisme bill kovack. Buku Seno dan Emka tak masuk karya jurnalistik. Murni fiksi IMO @arman_dhani
Aku sempat membaca artikel2 seno di HumOr dan Jakarta-Jakarta. Emka, reportoar night life-nya aku lihat meng-gonzo. @frdsgn
Emka bukan meng-gonzo, tapi mengarang. gw sih nggak bisa masukkan tulisan2 emka itu sbg reportase. @hikmatdarmawan
Asumsinya pembaca kan dia benar-benar terjun ke lapangan. soal kenyataannya, mbuh, mas :)) @frdsgn
oh iya, mungkin kalau Gonzo sebagai teknik. Tulisan Wisnu Nugroho bisa masuk kategori itu. @arman_dhani
Gonzo, meskipun 'slengean', tidakk boleh fiksi. Ia fakta murni dan dari sumber langsung. @arman_dhani
Itu dia!. Makanya ada embel2 jurnalismenya. Ketika ada novel bilang bergaya "gonzo", malah aneh. @frdsgn
Jika gonzo dipakai sebagai gaya dalam menulis fiksi saya kira tak masalah. Hanya agak buang tenaga @arman_dhani
Bedakan fiksi dari fakta. jurnalisme = fakta. gaya boleh sama, tapi fakta bisa lebih edan dari fiksi @anwarholid
***
*) beberapa kalimat dalam rekap ini saya edit tanpa mengubah arti agar lebih mudah dibaca
[BUNTELAN BUKU] : Balada Ching Ching dan balada lainnya - Maggie Tiojakin
Sebuah buku kumpulan cerpen dengan cover bergaya minimalis yang menarik dibuntelkan oleh penulisnya langsung kepadaku (big thank's for Ms Maggie) . Selain cover yang menarik, judulnya pun menarik dan mudah diingat yaitu "Balada Ching-Ching, dan balada lainnya"
Penggunaan kata 'balada' sebagai judul buku memang membuat penasaran. Kata 'balada' sendiri membuat seolah kisah2 dalam buku ini mengandung kesedihan. Betulkan? Saya belum bisa berkiomentar banyak karena baru membaca dua cerpen dalam buku ini y.i "Balada Ching2" dan "Anatomi Mujizat", dan keduanya memang terkesan sedih.
Buku ini berisi 13 buah cerpen, 7 cerpennya pernah dimuat di berbagai media cetak seperti di Kompas, Femina, dan beberapa media berbahasa Inggris seperti Jakarta Post, Writer Journal, dll. Jadi beberapa cerpen dalam buku ini merupakan terjemahan dari versi Inggrisnya.
Lalu siapa Maggie Tiojakin?
Tak banyak disebutkan dalam buku ini, yang pasti Maggie adalah kontributor Jakarta Post, dan penulis kisah pendek. Buku ini adalah buku keduanya, buku pertamanya berjudul "Homecoming" yg terbit pada 2006 oleh Mathe Publication.
Berikut deskripsi lengkap buku ini :
Judul : Balada Ching-Ching dan balada lainnya Penulis : Maggie Tiojakin Penerbit : Gramedia Psutaka Utama Cetakan : I, Juni 2010 Tebal : 175 hlm
Ching-Ching adalah seorang gadis keturunan. Ia selalu dijadikan bulan-bulanan di sekolah. Ayahnya seorang pedagang kwetiau pinggiran. Ini adalah baladanya, juga balada manusia lainnya.
Masing-masing kisah dalam koleksi fiksi pendek ini merupakan sebuah vignet tentang apa artinya menjadi manusia biasa—yang sakit, sedih, senang, hidup, mati, gila, waras. Lebih dari itu, dunia fiksi yang dipersembahkan dalam koleksi ini sungguh mewakili kegelisahan internal semua orang, di mana karakter-karakternya tumbuh dewasa lewat kegagalan dan kekeliruan, obsesi dan pilihan, harapan dan keputusasaan.
***
“Maggie adalah penulis global yang serius dan … sanggup mencerminkan pergulatan pribadi saat dihadapkan pada pertanyaan moral.” —Duncan Graham, The Jakarta Post
“Maggie Tiojakin menawarkan kisah kehidupan lewat prosa yang kaya makna, irama, serta mempunyai kekuatan untuk menarik para pembaca ke dalam dunia karakternya.” —Eastown Fiction, jurnal sastra online berbasis di Michigan, AS
Buntelan kali ini dari Penerbit Kepik Ungu,Depok. Dalam statusnya di FB, penerbit ini menyatakan diri sebagai Penerbit buku-buku sosial-humaniora yang mencoba "berbau menyengat" layaknya Kepik.
Ada tiga buah buku menarik yang dibuntelkan padaku. Bukunya tipis2 saja tapi judul dan temanya menarik perhatianku untuk segera membacanya. Dua buku ada kaitannya dengan sepak bola yang kini sedang heboh Piala Dunia, dan satu lagi buku ttg Starbucks dan pengaruhnya terhadap globalisasi.
Terima kasih untuk Mas Geger Riyanto yang mengirimkan buku ini padaku, saat ini saya sedang membaca yang Globucksisasi, menarik!
Berikut deskripsi ketiga bukunya :
Judul : Globucksisasi (Meracik Globalisasi melalui Secangkir Kopi) Penulis : Rahayu Kusasi Penerbit : Kepik Ungu Cetakan : I, Juli 2010 Tebal : 148 hlm
Di tangan Ayu, antropologi dibawa sebagi alat untuk mengerti denyut budaya bersenyawa dengan industri dan perputaran modal berwujud sebuah gerai kopi: Starbucks. Di satu sisi, Ayu membuat alas cangkir menjadi seluas konteks ekonomi-politik global. Di sisi lain, dengan going native menjadi barista. Ayu menggiring kita masuk ke sebuah dapur sempit yang sangat "terisolalisasi" : dunia yang membutuhkan kecepatan, ketepatan, dan pengukuran sebagai bagian dari ambisius dari pelayanan cita rasa dan aroma uap kopi. Sebuah dunia yg sedikit orang tahu.
Kontribusi Ayu dalam bereksperimen dengan membawa dirinya sebagai situs penelitian bukan saja menjadikan buku ini sebagai etnografi yang nikmat dibaca, tapi juga penting secara metodologis.
- Iwan Meulia Pirous, antorpolog UI-
******
Judul : Afrika Gila Bola (Politik Sepak Bola Tuan Rumah Piala Dunia) Penulis : Connie M. Anderson, dkk Penerbit : Kepik Ungu Cetakan : I, Mei, 2010 Tebal : 167 hlm
Buku ini memuat sejumlah penelitian yang mengungkap keajaiban persepakbolaan Afrika. Dalam bab 1 buku ini, Justin van der Merwe membahas bagaimana perjalanan politik Afrika Selatan menjadi tuan rumah Piala Dunia. Van der Merwe mengurai apa-apa saja kepentingan bisnis dan politik yang tersembunyi di balik pemilihan penyelenggara Piala Dunia, dan bagaimana Afrika Selatan dengan cerdik memberi tawaran yang tak mungkin diabaikan FIFA.
Bab 2 memuat tulisan Connie M. Anderson dan rekan-rekannya tentang peran sepak bola dalam membentuk gairah kebangsaan Afrika Selatan. Pada masa penjajahan kaum kulit putih, sepak bola dikenal sebagai olahraga yang dimainkan oleh semua lapisan masyarakat. Seseorang yang mengenakan kostum tim sepak bola akan disambut dengan obrolan hangat oleh para warga kulit hitam, dan diberi pertolongan cuma-cuma bila ia membutuhkannya. Menurut warga yang diwawancarai oleh para peneliti, di Afrika Selatan, sepak bola adalah agama.
Bab 3, tulisan Paul Darby, membahas mengenai peran Afrika di tengah-tengah dinamika kekuasaan dalam FIFA, badan persepakbolaan dunia. Paul Darby membahas bagaimana kekuatan Afrika dalam badan tersebut mempunyai peranan yang amat besar dalam merenggut kekuasaan FIFA dari tangan Eropa. Sepp Blatter, Presiden FIFA sekarang, dengan sepenuh hati mendukung pengembangan sepak bola di Afrika. Seandainya ia punya wewenang penuh untuk menentukan siapa tuan rumah Piala Dunia, maka Piala Dunia 2006 pastinya tidak akan diselenggarakan di Jerman—melainkan Afrika.
Dan setelah ketiga bab di atas membicarakan rahasia-rahasia Afrika Selatan untuk meraih hak penyelenggara Piala Dunia, bab 4 berbicara mengenai praktek perdukunan dalam persepakbolaan masyarakat kota Afrika Selatan. Pengikutsertaan tulisan ini bertujuan untuk memperlihatkan bagaimana masyarakat Afrika mengafrikanisasi olahraga yang identik dengan Eropa dan modernisasi ini—selain juga tulisan ini cukup menghibur, karena mengungkapkan berbagai fenomena perjumpaan tradisionalitas dan modernitas yang menggelitik.
*****
Judul : Sepak Bola Palestina (Sejarah Ringkas Sepak Bola Arab-Palestina di Wilayah Kekuasaan Israel) Penulis : Tamir Sorek Penerbit : Kepik Ungu Cetakan : I, Maret 2010
Buku ini mengungkapkan bagaimana sepak bola membentuk hubungan di antara dua bangsa yang selalu menjadi sorotan dunia.Olah raga yang pada awalnya di manfa'atkan para elite Palestina untuk membangun nasionalisme bangsanya ini,selepas perang 1948 yang berakhir dengan kekalahan pahit pihak Arab,di kooptasi penguasa baru Zionis untuk berbagai kepentingannya-termasuk menghambat terbentuknya sentimen kearaban.
Kendati kemudian penguasa berhasil menghalau ekspresi nasionalisme Palestina yang eksplisit dalam persepakbolaan,tetapi orang-orang Yahudi harus menerima bahwa,"tidak ada Arab,tidak ada gol".Para lelaki berdarah arab telah menjadi pemain-pemain terbaik di tim-tim Yahudi.Keberhasilan para pemain-pemain Arab-bahkan beberapa menjadi pehlawan tim nasional Yahudi-merupakan satu ledekan yang jitu bahwa persepakbolaan yahudi bertumpu di bawah persepakbola Arab.
[BUNTELAN BUKU] Serangan Jepang ke Hindia Belanda Pada Masa PD II 1942 : Perebutan Wilayah Nanyo
Berawal dari status Mas Din (Syafruddin Azhar) di FB kl beliau sedang diajak diskusi oleh seoang Jenderal senior soal buku Sejarah Militer akhirnya saya baru tahu kl Prenada sudah menerbitkan buku seri Sejarah Militer yang ditulis oleh Letjen TNI (Purn) Himawan Sutanto dkk pada 2009 dan telah dicetak ulang pd Maret 2010 yg lalu
Komentar2 antara aku dan Mas Din akhirnya berujung pada niatan Mas Din untuk memberikan buku seri pertama Sejarah Militer itu kepadaku..oow! langsung saja saat itu aku berteriak (dalam hati) kegirangan..hehe.
Ternyata apa yang dijanjikan Mas Din itu segera terwujud. Selang beberapa hari saja sebuntel buku dari Penerbit Prenada sampai ke tanganku. Dan akupun melakukan ritual berjoged-joged ria sambil memegang-megang buku itu, tak lupa aku pamer ke istriku dan sms sahabat terdekat untuk berbagi kegembiraan karena memperoleh buku yang bagus dan bermutu ini.
Buku setebal 488 halaman ini tampaknya dipersiapkan dan dikemas dengan sangat baik, kualtias cetak dan lay outnya enak dibaca. foto2nya tersaji dengan jelas, bahkan beberapa foto dan ilustrasi tersaji secara full colour! Menarik! Rencananya seri ini akan terbit dalam dua atau tiga jilid.
Menurut pengakuan sang Editor buku ini, walau ini buku serius tapi ditulis secara menarik dan narasinya, tidak membosankan seperti buku pelajaran sejarah. Bahkan buku ini , "Dikisahkan seperti novel (thriller) sejarah yang menegangkan (seperti film Hollywood)", imbuhnya.
Penasaran? Berikut deskripsi buku ini :
Judul : Serangan Jepang ke Hindia Belanda Pada Masa PD II 1942 : Perebutan Wilayah Nanyo Penulis : Letjen TNI (Purn) Himawan Soetanto, MM., M.Hum Mayjen TNI (Purn) Bantu Hardjijo, SIP Brigjen TNIAgus Gunaedi Pribadi Penerbit : Prenada Media Group Cetakan : II, Mei 2010 Tebal : xxxvi, 488 hlm
Buku Serangan Jepang ke Hindia Belanda pada Perang Dunia II 1942 : Perebutan Wilayah Nanyo menghadirkan rangkaian fakta penting sejarah invasi dan pergerakan militer Jepang di Asia umumnya, Hindia Belanda khususnya dlam mewujudkan ambisi “Asia Timur Raya”.
Analisis sejarah tersebut menguak adigum klasik militer bahwa keterpaduan antara kekuatan, kecermatan perencanaan, dan ketajaman intelejen di bawah komando yang efektif mampu mengantar Jepang meaklukkan wilayah Nanyo (Samudera Selatan)
Dibagi dalam tiga belas bab. Bab demi bab merupakan rantai kesatuan dari latar belakang historis ambisi pembentukan Asia Timur Raya, situasi dan kondisi Jepang menjelang perang, proses, perencanaan, dan pelaksanaan seranga Jepang pada 8 Desember 1941 ke Pearl Harbor, hingga serangan kilat Jepang ke Nanyo dan Filipina dan reaksi serta strategi ABDACOM terhadap ekspansi militer Jepang
[BUNTELAN BUKU] : Lanun-lanun Karibia - Mila Duchlun
Dua buah buku Puisi berjudul "Lanun-Lanun Karibia" karya Mila Duchlun dibuntelkan kepadaku. Di buku puisi ini aku sempat menorehkan endorsmentku sbb :
Membaca rangkaian puisi Mila Duchlun bagaikan melakukan tamasya kata, ada banyak hal yang dapat kita nikmati. Ada gelora cinta anak manusia, persahabatan, cinta pada sang Khalik, keindahan alam, kondisi sosial,dll. Semuanya dirawi secara puitis sehingga membuat kita berkelana kemanapun sang penyair menorehkan pena imajinya .
Hernadi Tanzil, book blogger & book reviewer
Ini adalah buku puisi kedua yang kuendors, terima kasih untuk kesempatan yg diberikan Mbak Mila untuk mengendors buku ini, sebuah kehormatan bagi saya. Terima kasih juga karena telah mengusahakan agar buku ini sampai ke tanganku dengan selamat.
Lanun-Lanun Karibia merupakan buku kumpulan puisi kedua Mila Duchlun yang berisi 117 puisi dengan beragam tema. Buku pertamanya adalah Perempuan Bersayap - 2006. Puisi-puisinya pernah dimuat di Media Indonesia, Bali Post, Riau Post. Batam Post, Majalah Imajio, dan berbagai antologi Puisi. Kini Mila Duchlun menetap di Tanjungpinang dan aktif di Dewan Kesenian Kota Tanjungpinang.
Mila Duchlun beberapa tahun yang lampau pada peringatan 17 Agustus pernah menulis puisi berjudul "Bendera" yang ditulisnya di Samudera Hindia di kedalaman 17 m di bawah laut sambil mengibarkan Sang Saka Merah Putih.
Berikut deskripsi buku ini :
Judul : Lanun - Lanun Karibia Penulis : Mila Duchlun Penerbit: Bisnis2030 Cetakan : Mei 2010
Mengenal Mila Duchlun akan menjadi lebih menarik dan memikat jika di sertai dengan keinginan memahami lebih jauh dan dalam terhadap puisi-puisinya, sisi lain dari karakter itu jika di ibaratkan seorang penari Mila Duchlun telah mengaktualkan diri meretas dinamika terhadap ruang, waktu, dan irama. Upaya merangkai rasa dan kata dalam Lanun-Lanun Karibia pantas dan layak dinyatakan sebagai sebuah realita estetika bahasa MD.
Said Parman, Ketua Dewan Kesenian Kota Tanjungpinang
"Mila berhasil mengubah persoalan sederhana dengan bahasa yang juga sederhana, menjadi penuh makna dengan metafor yang cukup memikat. Tak banyak penyair yang bisa melakukan itu, dan Mila adalah salah satu dari yang tak banyak itu..."
Hary B Kori'un, Redaktur Budaya Harian Riau Pos
Membaca Sajak-sajak Lanun-Lanun Karibia menyirat berbagai tema. Limbai kata-kata dalam sajaknya sederhana tetapi belaran bahasa yang dikirmkannya telah mampu bersembang kepada bentuk rupa dan cahaya, mengundang kita untuk mencari tahu siapa dirinya. Dan yang sungguh istimewa sehingga aku patut mengagumi sajak-sajaknya seolah aku berada pada tempat yang diceritakannya.
Muhtadi, Penulis Sajak Ungkal, Bermastautin di Tanjungpinang